running text

WELCOME TO MY BLOG...

Sunday, August 4, 2013

WAMENA....The Heart Of Papua


Apa yang pertama kali terlintas dalam benak anda ketika mendengar kata “Papua”?

Orang-orang memakai koteka? Bakar batu? Perang suku? Honai? atau orang-orang berkulit hitam dan berambut keriting?

Aku yakin, dibenak sebagian besar orang akan terlintas salah satu dari beberapa hal diatas sebagai jawabannya.

Eittss, tapi jangan salah…walaupun hal-hal diatas terdengar “khas” Papua, tapi tidak disemua daerah Papua anda bisa mendapatinya. Jika anda datang ke kota Jayapura ataupun ke kota Biak….anda mungkin tidak akan menemukan orang-orang yang memakai koteka ataupun rumah honai.  Yup, dulupun aku sempat kecele…. Waktu pertama kali menginjakkan kaki di tanah Papua (Jayapura), aku pikir aku akan langsung bisa melihat orang-orang yang memakai koteka….ternyata tidak, di Jayapura orang-orangnya sudah berpakaian lengkap, dan Jayapura sendiri sudah ramai dan sudah lumayan maju….tidak beda dengan kota-kota lainnya di Indonesia.

Tapi untungnya, semua yang terdengar khas Papua tersebut masih bisa anda jumpai di Kota Wamena…The Heart of Papua. Makanya banyak orang yang bilang: “belum datang ke Papua…kalau belum ke Wamena”. Yup, menurutku… kalo mau mendatangi “the real Papua”, maka datanglah ke Wamena. Mungkin anda belum pernah mendengar tentang Kota Wamena…tapi mungkin anda pernah mendengar tentang “Lembah Baliem” bukan? Apalagi bagi para penggemar Band Slank, pasti pernah dengar tentang Lembah Baliem ini, karena merupakan salah satu judul lagu mereka….

Sebetulnya, lembah Baliem itu ya Wamena….. Dikota ini, kita akan bisa mendapatkan banyak hal yang unik dan menarik, diantaranya…masih ada orang memakai koteka…ada banyak Honai…masih sering terjadi perang suku….dsb. Belum lagi wisata berupa Festival tahunan (Festival Lembah Baliem) ataupun wisata alamnya…misalnya goa Lokale di kurulu, mata air asin, telaga biru, mummy kepala suku, dsb.

Orang bilang…’tak kenal maka ‘tak sayang…makanya, kita kenalan sama Wamena Yuk….. :)

Wamena from above...


Wamena adalah sebuah kota dan merupakan ibukota Kabupaten Jayawijaya. Berlokasi ditengah-tengah Papua,  Wamena terletak di sebuah lembah yang sangat luas yang disebut Lembah Baliem. Kota ini berada diketinggian sekitar 1.600 mdpl dan bersuhu sejuk cenderung dingin, serta dikelilingi oleh deretan pegunungan Jayawijaya yang merupakan deretan pegunungan tertinggi di Indonesia.

Nama Wamena berasal dari bahasa Dhani, yaitu “Wam”: babi dan “Ena”: jinak. Dari cerita yang aku dengar, sejarah nama kota ini berawal ketika Missionaris asing mulai masuk kesini…dimasa itu ada Missionaris yang terheran-heran melihat seorang mama-mama setempat yang sedang menggendong dan menyusui seekor anak babi yg masih kecil. Missionaris yang terheran-heran itu sempat bertanya ke sang mama, dan kemudian mama tersebut menjawab:

“wam, wam…ena..ena..”

Yang kalo kita artikan, mungkin maksudnya “tidak apa…ini babi, babi jinak”. Dari dialog singkat ini kemudian sang Missionaris memberi nama kota ini dengan nama Wamena. Begitulah ceritanya, setidaknya inilah yang diceritakan oleh Kepala Puskesmasku…. :)
Tapi kalo berdasarkan hasil nanya ke mbah google, ternyata asal nama Kota Wamena ini ada 2 versi. Versi pertama mengatakan bahwa Wamena berasal dari kata Wa dan Mena yang artinya "anak babi", dan akhirnya Kota ini dinamakan demikian karena ada kesalahpahaman pembicaraan antara seorang gadis asli dengan seorang asing yang dinamakan Ap huluan. Sedangkan versi yang kedua mengatakan bahwa asal mula nama Wamena berasal dari sebuah telaga yang ada di daerah tersebut. Mana yang benar? Wallahu'alam. Yang penting sekarang, Wamena adalah nama resmi dari kota ini... :)

Untuk mencapai Wamena dari Jayapura hanya bisa ditempuh dengan menggunakan pesawat terbang. Perjalanan udara ini ditempuh dalam waktu sekitar 45 menit dengan harga tiket 800 – 900 ribu (Trigana Air, harga thn 2013 sebelum BBM naik…setelah BBM naik, aku ngga tahu harganya ikutan naik atau ngga…. :p )

Berikut ini adalah beberapa hal unik dan beberapa tempat wisata yang bisa kita jumpai di Wamena:

1.    Koteka & Sali
Aneka ria koteka (credit: trek-papua.com)
Koteka adalah pakaian tradisional kaum laki-laki, sedangkan Sali adalah pakaian tradisional para perempuannya. Koteka berasal dari semacam buah labu panjang yang dikeluarkan isinya dan kemudian
kulitnya tersebut dikeringkan. Dulu, sebelum datang ke Papua, aku mengira kalau koteka itu sama, baik bentuk maupun ukurannya…tapi ternyata koteka itu banyak variasinya lhoo….ada yang pendek, ada yang panjang…ada yang lurus, melengkung, ada juga yang berkelok-kelok…ada yang kecil, ada juga yang besar, bahkan ada juga yang berukuran supeerrr jumbo….nah lho!


Sekedar OOT, sempat ada teman yang bertanya…”itu kotekanya besar gitu…emang “isinya” juga sebesar itu ya?? …sempat geli juga dengar pertanyaan ini…hehehe. Aku sih jawabnya: “Ngga juga, mirip kayak rumah lah….ada rumah mewah dan besar tapi penghuninya ternyata berbadan kecil….ada juga rumah kecil, mungil…tapi ternyata yang punyanya orangnya tinggi besar….ngalahin penghuni rumah mewah tersebut”…..hehehehe….nyambungg ngga ya jawabannya?? Disambung-sambungin aja deh…. :D

Koteka superrr jumbooo!!

Sedangkan Sali adalah rok bagi para perempuan dan Sali ini terbuat dari “jerami” ataupun ilalang kering atau bisa juga dari kulit pohon. Kalau Sali tradisional sih warnanya coklat, asli warna ilalang kering….tapi sekarang ada juga orang yang menjual Sali yang berwarna-warni, jadi kelihatan lebih menarik.


Tiga anak kecil memakai sali
2. Bakar Batu

Bakar batu merupakan salah satu budaya Papua yang masih lestari dengan baik hingga kini, terutama dikalangan masyarakat pegunungan. Bakar batu merupakan cara memasak dengan menggunakan batu yang telah dipanaskan. Sebetulnya cara memasak dengan bakar batu memang agak sedikit merepotkan, lebih merepotkan dibanding memasak dengan cara memanggang, menggoreng, merebus, mengukus, dsb. Karena itu bakar batu bukanlah suatu kegiatan memasak untuk sehari-hari melainkan merupakan kegiatan yang diadakan ketika ada perayaan.

Bakar batu biasanya diadakan pada even-even tertentu, misalnya : pesta perkawinan, pesta perayaan, pesta penyambutan tamu yang dihormati, upacara perdamaian perang suku, dsb. Yang dimasak pada acara bakar batu biasanya adalah wam (babi), ubi, keladi dan sayuran. Tetapi untuk yang tidak memakan babi bisanya mereka memakai ayam sebagai penggantinya.

Pengalaman menyaksikan dan mengikuti upacara bakar batu merupakan pengalaman yang sangat unik dan mengasyikkan. Cara melakukan bakar batu adalah:

    1. Membuat tumpukan kayu kering dan meletakkan batu yang akan digunakan pada bakar batu.
    2. Membakar tumpukan kayu tersebut untuk memanaskan batu yang ada diatasnya.
    3. Babi yang sudah dipersiapkan akan mereka bunuh terlebih dahulu dengan cara dipanah. Setelah babinya mati, mereka akan mengasap babi tersebut dan membuang bulu-bulu dibadannya. Setelah itu, babi ini akan dibelah dan dikeluarkan jeroannya, dan babipun siap dimasak.
    4. Sambil menunggu batunya panas, mereka menggali lubang ditanah dengan diameter kurang lebih satu meter dan kedalaman kurang lebih setengah meter (jika acaranya cukup besar dan bahan yang akan dimasak juga banyak maka biasanya mereka akan membuat banyak lubang, disesuaikan dengan kebutuhan)
    5. Batu yang sudah panas kemudianmereka susun kedalam lubang tersebut, kemudian diatasnya mereka susun rumput dan dedaunan, lalu diatasnya barulah ditaruh bahan-bahan yang akan dimasak (babi, ubi, keladi, dsb). Terkadang ubi, labu siam dan sebagainya dimasak dalam lubang yang terpisah. Kemudian ditutup lagi dengan dedaunan dan rerumputan. Kemudian tumpukan ini biasanya akan ditutup dengan tanah agar panas dari batu tidak banyak yang terbuang.
    6. Proses pemasakan ini biasanya membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Setelah 2 jam, maka tumpukan tersebut akan dibuka lapis demi lapis. Dan bahan makanan yang sudah masak tersebut kemudian dikeluarkan dan dibagikan.
    7. Merekapun makan secara bersama-sama. (biar lebih jelas, lihat saja galeri fotonya dibawah)
 Pada saat bakar batu, akan nampak suasana guyub dan kebersamaan yang kental sekali. Pokoknya sangat unik dehh…

Bakar batu…sesuatu yang tidak akan anda temui ditempat lain….hanya ada di Papua.  :)



3.    Honai
Honai merupakan rumah tradisional orang Papua yang tinggal di pegunungan. Rumah tradisional di Papua banyak ragamnya, misalnya Suku Korowai …rumah tradisionalnya adalah rumah pohon….jadi mereka bikin rumahnya diatas pohon, yang tingginya bisa sampai berpuluh-puluh meter dari atas tanah….sedangkan rumah tradisional suku-suku di daerah pesisir pantai juga lain lagi. Tetapi secara umum, rumah tradisional suku-suku Papua yang tinggal di pegunungan adalah honai. Dan orang asli Papua lebih banyak yang berasal dari pegunungan…katanya sihh….karena nenek moyang mereka dulu lebih senang tinggal di pegunungan daripada didaerah pantai.….

Honai sendiri bentuk dasarnya adalah lingkaran, berbentuk seperti kubah, dengan dinding dari kayu dan beratap ilalang. Ditengah honai teradapat perapian untuk memasak atau untuk bikin api agar suasananya menjadi lebih hangat. Honai didalamnya bertingkat lho…. Honai sendiri hanya memiliki sebuah pintu kecil dan tidak memiliki jendela, sehingga asap dari perapian akan menumpuk didalam….bikin terasa pengap dan buat mata perih…tapi karena mereka udah terbiasa, jadi ya tahan-tahan aja….

Pintu honai ini begitu kecil, mungkin tingginya hanya sekitar 80 – 100 cm. Sehingga otomatis kita harus membungkuk ketika masuk….katanya sih pintunya memang sengaja dibuat kecil, ada maknanya….. jadi menurut mereka, badan orang yang membungkuk ketika masuk adalah sebagai tanda menghormati rumah dan juga menghormati penghuni rumah tersebut…..begitulah ceritanya.


Dengan view seperti ini, tinggal di honai berasa tinggal di villa... :)


4.    Perang Suku
Di Papua, terdapat banyak suku, menurut sebuah sumber yang pernah aku baca. Terdapat 248 suku di tanah Papua (termasuk Papua Barat), tapi ada juga yang bilang bahwa jumlahnya lebih dari segitu…..mmmm, banyak banget kan?? Tapi kalo boleh aku tebak, pasti banyak pembaca yang tau hanya satu atau dua suku saja….yaitu Suku Asmat dan Suku Dhani ….betul tidak?? karena dulu aku juga tahunya cuma dua suku itu saja…hehehe
maklum, karena dua suku ini yang memang paling terkenal diluar Papua, terutama Suku Asmat. Tapi sebenarnya masih banyak suku-suku lainnya…. di Prov Papua misalnya, ada: Suku Asmat, Dhani, Damal, Korowai, Kamoro, Amungme, Lanny, Yali, Nduga, dsb.

Suku terbesar yang mendiami Lembah Baliem adalah Suku Dhani. Tetapi disamping suku Dhani, banyak suku-suku lain yang juga tinggal di Wamena ataupun tinggal di Kabupaten-kabupaten disekitarnya, diantaranya Suku Lanny, Suku Yali, Suku Nduga, dsb.

Terkadang, karena berbagai sebab, timbul gesekan diantara suku-suku tersebut yang kemudian meyebabkan pecahnya perang suku…. Perang suku bisa terjadi antar 2 suku yang berbeda, namun yang sering timbul justru perang tersebut terjadi diantara sesama suku-suku tersebut. Misalnya belum lama ini, terjadi perang suku antar sesama Suku Nduga yang terjadi di daerah ilegma, Kabupaten Jayawijaya.

Sejak aku bertugas akhir 2010 hingga sekarang, sudah beberapa kali terjadi perang suku disini….baik di wilayah Kabupaten Jayawijaya maupun di Kabupaten sekitarnya.


Orang-orang mugi, bersiap akan berperang.... (ni mau perang suku beneran lho!!)

Pengarahan sebelum terjun ke medan pertempuran


5.    Mummy Kepala Suku
Di distrik Kurulu Kabupaten Jayawijaya, berjarak sekitar 45 menit – 1 jam dengan mengendarai kendaraan roda empat dari Wamena, terdapat mummy seorang kepala suku jaman dahulu. Jika anda datang kesini, anda bisa berfoto dengan sang mummy dan juga warga disitu. Mummy ini memang sudah menjadi daerah tujuan wisata di daerah ini, dan warga setempatpun memang sengaja mempertahankan memakai pakaian tradisional, yaitu koteka bagi para lelakinya, dan Sali tanpa memakai (maaf) bra bagi para perempuannya….sehingga akan terlihat begitu eksotik jika kita berfoto dengan mereka….hehehehe


The Mummy

Tapi berfoto dengan mereka tidaklah gratis…. Kalo kata temanku sih (kebetulan aku sendiri belum pernah ke mummy ini)…berfoto dengan mummy ditarik bayaran sekitar Rp. 300.000 beberapa kali jepret (bebas)….sedangkan kalo kita ingin  berfoto dengan ditambah warga disitu…maka akan ditarik Rp. 5.000 perorang warga per jepretan foto….jadi kalo ada 6 warga yang ikut maka akan ditarik 6 x Rp 5.000 = 30.000/jepretan foto. Mahal? Namanya juga Wamena….apa-apa serba mahal disini…. Salah satu daerah dengan biaya hidup tertinggi di Indonesia… :)
Tapi tarif foto diatas tidak mengikat koq…bisa lebih murah, tapi bisa juga lebih mahal… :p  tergantung kepintaran kita nego dan tawar-menawar dengan mereka aja…..yang penting prinsip “anda senang…kamipun happy”
Saran saya sih mending bawa teman atau guide yang memang orang asli sini, biar lebih enak.



6.    Goa Lokale
Goa ini juga terletak di Distrik Kurulu. Goa ini sangat dalam dan kabarnya belum pernah ada yang masuk sampai ke ujungnya. Di dalam goa ini banyak terdapat stalaktit dan stalagnit. Goa ini gelap di dalamnya, jadi jangan lupa bawa senter kalo mau kesini. Sebetulnya sudah terpasang rangkaian lampu untuk menerangi goa ini, dan kalo mau kita bisa minta penjaga goa untuk menyalakannya, tentunya ini ngga gratis ya….

Biar lebih seru…(dan biar lebih hemat pastinya…hehehe) makanya waktu itu kami lebih pilih gelap-gelapan aja…. penerangannya pake senter yang kami bawa. Tapi kami tidak berani masuk terlalu dalam, hanya beberapa ratus meter saja…..takut kesasar…soalnya goa ini bercabang2…dan kami memang ngga tau kemana goa ini akan berujung.


Me n Friends....menyusuri Gua Lokale

7.    Mata air asin
Sebetulnya yang disebut mata air asin ini hanya berupa kubangan agak besar yang berisi air asin. Dan dari air ini bisa diolah untuk menghasilkan garam. Disinilah letak keistimewaannya, karena daerah ini letaknya sangat jauh dari laut…tapi memiliki sumber air dengan kandungan garam yang tinggi. Jadi biarpun jauh dari laut, namun warga setempat masih bisa menikmati garam karena mereka biasanya membuat garam dimata air ini dengan cara yang cukup sederhana. Aku hanya sempat melihat foto-foto seniorku yang memang sudah pernah ke tempat ini. waktu itu, karena kami pikir engga terlalu menarik, lokasinya juga ada diatas bukit…harus naik-naik….dan katanya kadang ada beberapa orang yang menjaga yang suka mintain duit….makanya kami ngga tertarik buat mendatanginya. Tapi kalo anda memang tertarik, bisa dicoba kok…. :)


8.    Telaga Biru
Telaga Biru (credit: trek-papua.com)
Ini merupakan salah satu objek wisata yang disakralkan dan masih dijaga dengan sangat baik oleh masyarakat. Telaga biru di desa maima, adalah objek  wisata budaya bersejarah yang diyakini sesuai mitos yang berkembang sebagai lokasi asal usul manusia di lembah baliem hingga ke pegunungan tengah bahkan sampai ke Nabire-Paniai.
Telaga biru maima, yang dalam bahasa daerah menyebutkan desa maima yang berarti “tempat di bawah di mana ada air” atau (we) ma-i-ma.
Suku Dhani percaya bahwa nenek moyang mereka berasal dari Telaga ini. Menurut kepercayaan, nenek moyang mereka kemudian menyebar ke timur menjadi cikal bakal Suku Yali, ke barat menjadi cikal bakal Suku Lanny, dan ke selatan menjadi cikal bakal Suku Nduga dan Suku Dhani sendiri.
Biarpun telaga ini terlihat indah dan menggoda, tetapi pengunjung sangat dilarang untuk berenang disitu.... it's a sacred place for them.


9.    Bergandengan tangan
Kalo di kota….di Jakarta misalnya, tentu kita akan merasa aneh dan janggal kalo melihat ada dua orang laki-laki dewasa jalan berdua dan bergandengan tangan. Well, hal itu ngga berlaku disini…
Jangan heran kalo anda melihat dua lelaki dewasa berjalan sambil bergandengan tangan di Wamena. Bukan karena mereka hombreng…bukan juga karena mereka ngondek atau melambai…hehehe….tapi karena itu memang sudang jadi salah satu kebiasaan masyarakat disini aja…

Selain tempat wisata diatas, sebetulnya masih ada beberapa tempat wisata lainnya, misalnya bukit pasir (putih), hotel jerman, dsb. Mengunjungi kampung2 atau pasar tradisional yang ada disekitar Wamena juga bisa memberikan keunikan tersendiri.



Galeri Foto Bakar Batu:

Membuat tumpukan kayu dan membakar batunya
Membunuh babinya dulu dgn cara dipanah
Asapi babi dan bersihkan dari bulu-bulu dibadannya
Dipotong-potong agar siap untuk dimasak

Makan rame-rame


4 comments:

  1. Anonymous24/4/14 13:59

    nice...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah berkunjung ke blog ini :)

      Delete
  2. trimakasih untuk membagi informasih tentang wisata di wamena, ini sangat membantu saya untuk membuat tugas kuliah saya .
    GBU :)

    ReplyDelete
  3. Sama-sama kawan...
    Kalo untuk tugas kuliah, sebaiknya informasi yg ada di blog ini di cek ulang dengan sumber referensi lain yg lebih valid tentunya.
    Semoga sukses ya buat kuliahnya... :)

    ReplyDelete