Mugi dari udara |
Namanya juga bertugas
dipedalaman, pastinya kehidupannya pun akan berbeda dengan dikota….sangat-sangat
berbeda !!. Apalagi ini adalah pedalaman di Papua, yang notabene merupakan
provinsi paling timur dan paling jauh dari ibukota dan memang masih sangat
tertinggal. Yang pasti, kondisinya memang sangat memprihatinkan….jauh lebih
tertinggal, bahkan dari kampung-kampung yang paling ndeso sekalipun yang ada di
wilayah pulau jawa.
Aku mulai bertugas sebagai dokter
PTT di kab Nduga Papua terhitung sejak 1 September 2010. Namun karena harus
mengurus administrasi dan harus menunggu pesawat, aku baru naik ke tempat tugas
bulan oktober 2010. Tempat tugasku merupakan sebuah distrik yang bernama Mugi,
tapi didunia komunikasi radio (SSB) dan penerbangan lebih dikenal dengan nama
Darakma.
Pertamakali naik ke tempat tugas
lumayan campur aduk juga perasaannya….rasa penasaran, excited dan rasa takut campur aduk jadi satu. Penasaran karena
ingin tahu seperti apa sih tempat tugasku, excited
karena memang udah lama aku pengen ke Papua dan akhirnya tiba juga saatnya
pergi ke pedalamannya. Sedangkan takut karena inilah untuk pertamakalinya aku
naik pesawat kecil...kapasitasnya dari mulai 4 orang (Cessna) sampai kapasitas
9 orang (Caravan). Selain itu rasa takut juga karena Nduga masih merupakan daerah
rawan. Sempat mendengar juga cerita-cerita yang agak seram dari seniorku.
Bahkan ada temenku yang ayahnya langsung jatuh sakit begitu mendengar anaknya
bertugas di Kabupaten dimana Mapenduma termasuk salah satu wilayah didalamnya.
Padahal dia asalnya dari Sorong dan merupakan orang asli Papua….orang asli aja
takut, gimana aku coba??......(Apalagi karena tempat tugasku juga merupakan
pemekaran dari wilayah Mapenduma)…..
Emmm, Mapenduma memang sempat terkenal sih pada tahun 1996-1997 silam,
bahkan sampai pada tingkat dunia internasional…..
(kalo penasaran kenapa, coba tanya ke om google aja ya, masukin aja
keyword “peristiwa mapenduma 1996”)
Singkat kata akhirnya akupun tiba
dan mulai bertugas di Mugi. Aku berangkat dengan nebeng menggunakan pesawat carteran
orang. Setibanya di Mugi aku tinggal di rumah paramedis. Kebetulan rumah dokter
masih dalam tahap pembangunan, sedangkan rumah paramedis sudah dibangun sejak
satu tahun yang lalu. Ada
dua rumah yang dempet jadi satu, rumah ini masih kosong tidak berpenghuni
karena memang belum ada tenaga paramedisnya. Jadi untuk sementara aku tinggal
dirumah yang satu, sementara yang satunya lagi ditempati para tukang yang sedang
mengerjakan pembangunan rumah dinas dokter. Ah lumayanlah ada temennya…..(tapi
kelak setelah rumah dokter jadi dan para tukang udah pada pulang,,,,,aku lebih
seringnya tinggal sendiri dirumah dinas…..lumayan agak serem juga sih coz
tetangga pada jauh….tetangga terdekat jaraknya sekitar 250 meter dari rumah,
itupun Cuma 1 honai saja…)
Ahh, baru kali ini aku berada dan
tinggal di pedalaman yang benar-benar dipelosok, dan akupun merasakan susahnya
hidup dipedalaman….tidak ada listrik…tidak ada sinyal hape…tidak ada
wartel…bahkan warung aja ngga ada….air untuk kebutuhan sehari-haripun kita
mengandalkan dari air hujan…. Tidak ada akses jalan dari Wamena ke Mugi,
makanya di Mugi ngga ada yang namanya motor, sepeda, apalagi mobil! Wong kuda,
sapi atau kambing aja ngga ada koq….hewan-hewan peliharaan yang ada di Mugi
dikit banget jenisnya…Cuma ayam, wam (babi), dan anjing. Kucing aja sedistrik Mugi
Cuma ada 2 ekor, dan itupun karena ada yang bawa dari Wamena.
Salah satu perkampungan di Nduga |
Salah satu kesulitan terbesar
adalah transportasi. Wilayah di Nduga memang sangat sulit karena terdiri dari
banyak gunung-gunung yang tinggi. Dan masyarakatnya pun hidup tersebar digunung-gunung.
Mungkin inilah yang menyebabkan hingga saat ini tidak ada akses jalan dari
Nduga ke Wamena ataupun ke kabupaten-kabupaten disekitarnya. Praktis tidak ada
angkutan lain selain menggunakan pesawat kecil (pesawat perintis). Apabila
tidak ada penerbangan atau masyarakat tidak punya uang…maka mereka terpaksa harus berjalan
kaki…menyusuri gunung-gunung yang tinggi dan hutan-hutan….perjalanan dari mugi
ke danau habema memakan waktu 3 hari ….sesampainya didanau habema, kalau ada
strada mereka bisa naik strada selama kurang lebih 3-4 jam menuju wamena, kalo
ngga ada strada ya terpaksa merekapun melanjutkan perjalanan sampai ke wamena
dengan berjalan kaki…. Makanya ngga heran kalo mereka pada kuat-kuat
fisiknya….disamping itu mungkin ini juga yang bikin mereka tumbuh menjadi orang-orang
yang keras, ya karena memang alamnya yang ganas…
(Pernah suatu ketika sepulang pelayanan dari kampung yall, aku bertemu
dengan seorang kakek yang sudah sangat tua….umurnya mungkin sekitar 72 – 75
tahun. Dan dia seorang diri berjalan kaki dari Tiom (Ibukota Kab Lanny Jaya, Tetangga
Nduga) menuju kampung Samba, katanya mau mengunjungi keluarganya…..
Perjalanannya sendiri memakan waktu 3 hari…..dan jangan tanya medannya, gunung2
dengan tanjakan yang terjal ataupun dengan turunan yang curam….wuihhhh,
pokoknya aku salut banget ama kakek ini….)
Anak sekolah di Mugi |
Salah satu keprihatinan yang lain adalah melihat anak-anak sekolah disini….guru yang sangat kurang, fasilitas gedung yang minim, minimnya meja ataupun kursi didalam kelas sehingga sebagian besar dari mereka harus belajar dengan cara lesehan di lantai….dan yang paling parah adalah…..banyak diantara anak-anak ini yang datang kesekolah dengan bertelanjang…yup, telanjang!! Bukan hanya telanjang kaki atau telanjang dada….tapi benar2 telanjang!!! Sungguh memprihatinkan sekali melihatnya……
Terpaksa harus lesehan dikelas... |
Dan diantara anak2 sekolah ini banyak diantara mereka yang datang dari kampung-kampung yang jauh, diantaranya kampung yall. Jadi untuk bersekolah mereka harus berjalan kaki menaiki bukit….menuruni lembah….menyebrangi sungai….dan kemudian menaiki bukit lagi untuk dapat tiba disekolah, dan ini mereka lakukan setiap hari !! Mereka adalah para “denias” sejati……salut banget sama mereka….
Diawal-awal kedatanganku, hanya ada sedikit sekali pendatang di Mugi. Diantaranya ada aku dan keluarga Mama Ezra (ada suami dan dua anaknya yg masih kecil). Mama Ezra berasal dari Dobo, di Kepulauan Aru, sedangkan suaminya bernama Jeffry dan berasal dari Sumatera Utara. Mereka berdua bertugas sebagai guru, mama ezra sebagai guru TK, sedangkan suaminya guru di SD. Ya keluarga inilah yang menjadi teman dekatku di pedalaman sini. Selain kami memang sama-sama bertugas di Mugi, kebetulan di Wamenapun kami tinggal di komplek barak yang sama…
Seperti yang aku tulis diatas, di
Mugi memang tidak ada warung….(apalagi mall!) :bikin esmosi aja kalo sampe ada yang nanya begitu ;p…
Tapi kebetulan ibu guru ini selain menjadi guru juga kadang berjualan di
rumahnya. Tapi itupun hanya sedikit barang maupun jenis dagangannya….hanya mie
instant, minyak goreng, garam, gula, vetsin, benang noken (untuk bikin tas
tradisional), korek…..dan beberapa barng kebutuhan sehari-hari lainnya.
Keluarga ini berjualannya tidak regular, mereka hanya membawa barang-barang
jualan sedikit saja…..terkadang barang jualan yang dibawapun hanya mie instant
saja….dan praktis mereka inilah satu-satunya penjual yang ada di mugi.
Terbayang kan
betapa susahnya masyarakat disini untuk belanja mencari barang-barang
kebutuhan, yang biasanya dikota kita dengan mudah bisa mendapatkannya di warung-warung
yang ada disekitar rumah kita…
Di Mugi tu suhunya lumayan
dinginnn….ya maklumlah, namanya juga digunung (menurut pilot sih ketinggiannya
lebih dari 6000 ft atau sekitar 2000 m). Apalagi pas awal-awal dateng aku salah
bawa sleeping bag (kantung buat tidur
biar hangat). Emang sih sebelum datang ke Papua, temenku udah bilang supaya
bawa barang-barang yang dibutuhkan buat ke pos, salah satunya sleeping bag. Tapi dasar emang aku ngga
pernah camping atau naik-naik ke gunung….jadi aja aku beli sleeping bagnya yang
murah punya….hanya seharga 65 rb yang aku beli didaerah kosambi, Bandung
(karena waktu itu ditokonya memang cuma adanya yang itu). Sleeping bagnya tipis banget dan resletingnyapun kemudian
rusak…..otomatis tembuslah udara dingin menusuk sampe tulang. Apalagi kalo udah
jam 2 malem keatas…..beuhhh….sering banget aku kebangun dan abis itu susah
tidur lagi gara-gara gak tahan ma dinginnya…. Sehingga waktu itu aku mengalami
yang namanya broken insomnia dengan
gejalanya berupa multiple awakening…(siklus
proses tidur normal yang tidak utuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa
bagian….tidur…bangun…tidur…bangun…, ngga nyenyak tidurnya). Kalo tidur aku
sampai harus pake baju dua lapis ditambah lagi pakai jaket, sarung tangan, kaus
kaki yang tebal dua lapis dan abis itu pake sleeping
bag…….tapi tetep aja kadang aku masih kedinginannn…. Untungnya keadaan jadi
lebih baik setelah aku ganti sleeping bag
ku pakai yang lebih tebal….lumayan gak kedinginan plus tidur jadi lebih
nyenyakkk… (plus mungkin karena badanku dah mulai beradaptasi dngan udara
dingin juga kali ya…).
Nah, mungkin udara dinginlah yang
mendasari pembuatan rumah-rumah honai oleh nenek-moyang orang-orang sini
dijaman dulu. Karena memang kondisi dihonai itu lebih hangat sihh…apalagi kalo
malam mereka juga bikin perapian atau ada sisa-sisa bara api di dalam honai
yang membuat kondisinya jadi lebih hangat…. Tapi terkadang hal ini bisa berakibat
kecelakaan juga coz ada orang yang tidur dan tanpa sengaja tangan
atau kakinya masuk ke perapian…akibatnya jadi luka bakar deh…..
Kalo rumah dinasku sendiri
sebetulnya lumayan enak sih….dia berupa rumah panggung berukuran kurang lebih
70 meter persegi yang terdiri dari 3 kamar tidur, 1 kamar mandi, ruang tamu,
ruang tengah dan sebuah dapur. Air buat kebutuhan sehari-hari (masak, minum,
cuci dan mandi) diambil dari air hujan yang ditampung ke dalam drum. Lumayan
nyaman lah…. Tapi yang agak serem tu ya karena tetangganya pada jauuhh…tetangga
terdekat jaraknya ratusan meter, dan itupun hanya honai satu-satu.
Sedangkan
rumah penduduk yang lain tersebar jauh-jauh… mana dibelakang rumah ada hutan
(mini) lagi, di samping kiri juga hutan….dan seringkali aku tinggal hanya
sendiri dirumah….kebayang kan
sepinya….jam 6 sore aja suasananya udah sepi bangett. Yang terdengar hanya
suara-suara serangga dari hutan dibelakang rumah… mana ngga ada listrik
lagi….pokoknya suasananya lumayan horror lah….apalagi kalo sambil ngebayangin
yang serem-serem…hiiii!!
Tapi ya disamping beberapa
kekurangan diatas….aku sih enjoy aja PTT disini. Karena ke Papua itu emang udah
keinginanku sejak lama, kalo ngga salah sejak aku kuliah semester 4 atau 5 gitu…
jadi karena aku memang ingin ada disini (Papua), alhamdulillah ngejalanin
semuanya (ditengah kesulitan yang ada) jadi berasa lebih ringan aja…. Dan kalo
aku dah mulai jenuh, suntuk atau bete di pos sendirian….aku selalu ingat dengan
satu motto yang aku dapat dari bukunya Ajahn Brahm yaitu “….inipun akan berlalu….” Kebetulan aku menuliskan motto ini didinding
kamarku di Mugi, dan alhamdulillah, it works..!! :)
Yah itulah tadi sedikit cerita
tentang sekelumit kehidupanku dalam menjalankan tugas sebagai dokter PTT di
pedalaman Papua. Doain ya semoga aku diberi kelancaran dan keselamatan oleh
Tuhan dalam menjalankan tugasku disini. Semoga aku bisa menyelesaikan PTTku ini
dengan baik hingga tiba akhirnya nanti aku kembali ke rumah dan berkumpul kembali bersama
keluarga tercinta…..amin.
NB: ini adalah cerita mengenai keadaan dimasa-masa awal aku
datang di Mugi (2010 - 2011). Kalo sekarang sih, terutama setelah Nduga memiliki Bupati
definitif….alhamdulillah keadaannya lumayan lebih baik. Diantaranya dibangunnya
bangunan sekolah baru di Mugi dan di Kampung Yall dan penambahan guru-guru baru....dan anak2 sekolah sudah diberi seragam, sehingga mereka
kini sudah bisa datang bersekolah dengan memakai seragam, sama seperti
anak-anak Indonesia
lainnya…
Kini mereka memiliki seragam, ruang kelas, meja dan kursi baru... |
Sekarang semua bisa duduk di kursi, tidak lagi lesehan... |
ISTILAH :
SSB : Merupakan radio
komunikasi antar wilayah. Biasanya digunakan untuk berkirim pesan atau berita,
menanyakan kabar ataupun untuk keperluan penerbangan. Kalo misalnya ada pesawat
mau terbang ke suatu wilayah, maka dari wamena atau pilotnya akan menanyakan
keadaan cuaca atau lapangan ditempat tersebut melalui radio SSB. Kalo di kota, yang aku tau ada
organisasi untuk pengguna radio ini, seperti ORARI dan RAPI, cmiiw…
Danau
Habema : Sebuah danau yang ada diwilayah
habema, Kab Jayawijaya. Wilayah ini merupakan perbatasan antara Kab Jayawijaya
dengan Kab Nduga. Berjarak kurang lebih 3-4 jam perjalanan dari Kota Wamena
dengan menggunakan mobil 4 WD seperti Mitsubishi Strada atau Ford Ranger. Danau
ini pernah dijadikan lokasi syuting film “Denias” lhoo… :)
Barak : Sebutan untuk rumah petak alias
rumah kontrakan.
Noken : Tas tradisional masyarakat
papua. Kalo dulu sih biasanya dirajut dari kulit kayu atau akar pohon, tapi sekarang biasanya
dibuat dengan menggunakan benang sintetis.
Honai : Rumah tradisional masyarakat Papua di wilayah
pegunungan. Bentuk dasarnya lingkaran seperti dome (kubah), dengan dinding dari
kayu dan atap dari ilalang. Biasanya honai ini didalamnya bertingkat
lho….didalamnya sendiri beralaskan tanah yang dilapisi ilalang kering untuk
duduk-duduk atau tidur. Didalam honai, ditengah-tengahnya terdapat perapian
yang dibuat untuk memasak atau menghangatkan diri. Sebetulnya dari segi
kesehatan, kurang baik sih….karena honai itu hanya memiliki satu pintu dan
tidak memiliki jendela, sehingga asap dari perapian akan menumpuk
didalam….bikin mata perih, pengap dan bisa menimbulkan gangguan pernafasan
juga…. Itulah mengapa orang2 ditempatku banyak yang ingusan dan menderita
penyakit pernafasan (ISPA atau Pneumonia)… Oya, ada satu lagi kebiasaan yang
tidak sehat….karena terkadang didalam honai juga terdapat kandang untuk tidur
babi. Jadi babi dan pemiliknya tidur didalam honai yang sama…..
Ajahn
Brahm : Seorang penulis buku yang juga merupakan
seorang Bhiksu asal Inggris (belajar jadi Bhiksu di Thailand dan kini tinggal
di Australia).
Bukunya yang aku baca adalah “Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya”, berisi
khidmat-khidmat kehidupan yang dikemas dengan gaya bahasa yang cukup menarik. Bukunya
sendiri terdiri dari 3 seri, dan menurutku buku ini sangat bagus…..Highly Recommended.
Masih tugas di sana mas?
ReplyDeleteKalau melakukan pelayanan, jalan kaki kemana mana?
Salam
Evia
enkoos.wordpress.com
Salam kenal juga Mba Evia....
DeleteIya, masih mba..
Pengennya sih naik ojek mba, tapi sayang di Mugi ngga ada ojek, padahal jalannya betcek lhoo.... :D
Wahahahahahha....
DeleteOjek gerobak.
Ceritanya menarik. Terus menulis kisah2 pengabdian dan tentang orang2 di sana ya.
Sebenernya saya malas menulis mba, bukan tipe orang yg suka menulis, angin2an....kl lg semangat bisa selesai 2 cerita/hari. Tapi kl lagi males....ada cerita yg udah 2 thn msh blm selesei juga nulisnya...hahaha
ReplyDeleteawalnya gara2 males, akhirnya jadi lupa deh....
Dr. Fuad salam kenal ya..
ReplyDeleteMasih bertugas disana? Sy ingin tau lbh lanjut ttg tgs di papua. Mas fuad pernah dg ttg kabupaten nduga.? Klw lg d kota ada signal blh sms sy.? Nanti sy telpon
Nomer sy 085278889468
Salam kenal kembali Pak Mifta... kalau ada pertanyaan silahkan kirim ke email saya fuad.trax@gmail.com. Terima kasih
DeleteSaat ini Distrik Agandugume adalah pusat penderitaannya papua,khususnya pegunungan tengah.hahaha...
ReplyDeleteDi Kabupaten mana itu mas?
DeleteDaerah pegunungan tengah memang masih banyak yang terisolir...
Mas masih bertugas d daerah sana?
ReplyDeleteSudah tidak lagi mas..
DeleteSemangat. Saya juga mengalami hal yang sama sebagai guru dipedalaman papua namanya kampung Fuao membramo hulu. Yang merupakan pemekaran dari membramo raya.
ReplyDeleteDimana utk tenaga medis disana benar2 gak ada. Dan tenaga guru kiriman dari pemerintah tidak mengajar bahkan tidak balik2 kepedalaman dan memilih tinggal dikota. Sinyal ataupun listrik tidak ada. Dan utk komunikasi juga kita menggunakan SSB. Dimana jika ada warga yang sakit tidak ada pertolongan sama sekali dan banyak yang meninggal karena sakit. Utk pendidikan juga sama memprihatinkan. Tenaga guru tidak ada dan ruangan kelas sangat terbatas cuma 2ruangan saja. Anak2 yang sekolah yang memiliki kemampuan sangat jauh dari yang seharusnya.
Salam saya yang masih aktif di Membramo hulu-SDN FUAO.
Salam Bu Guru...betul sekali, memamg kondisinya seperti itu. tapi alhamdulillah, untuk Nduga sendiri sudah ada perhatian dari Pemerintah sejak adanya kunjungan Presiden Jokowi ke Nduga.
ReplyDeleteBisa kita lihat cerita Beliau ttg Nduga disini:
https://www.youtube.com/watch?v=EbDCe00UVuk