Sulitnya transportasi membuat segala sesuatunya jadi lebih
susah. Termasuk juga ketika kita mau ngerujuk pasien. Padahal kalo yang namanya
pasien sampe dirujuk…itu berarti pasien tersebut sakitnya sudah terlalu berat
dan tidak bisa ditangani di Puskesmas. Dan terkadang juga butuh “dalam tempo
yang secepatnya” untuk bisa mengirim pasien jika pasien tersebut berada pada
level emergency. Namun apa daya,
karena namanya juga di pedalaman dan transportnya hanya bisa memakai
pesawat….jadi aja proses rujukan juga jadi susah….kadang sampe tertunda
beberapa hari, beberapa minggu…..atau kadang pasiennya udah keburu meninggal,
seperti yang aku alami beberapa waktu lalu (bulan agustus).
seperti yang aku alami beberapa waktu lalu (bulan agustus).
Di bulan agustus kemarin, ada 4 orang pasien yang harus aku
rujuk ke Wamena….tapi hanya dua diantaranya saja yang kemudian berhasil aku
rujuk, sedangkan yang dua lainnya batal aku rujuk, satu karena pasiennya
berhasil aku obati dan kemudian sembuh dan satu lainnya batal karena heli
terlambat datang dan pasiennya kemudian meninggal. Sebetulnya selama 2 tahun
bertugas di Nduga, aku jarang sekali merujuk pasien. Karena di tempat tugasku
tuh, kalo pasien sudah sakit sangat berat dan….kasarnya katakanlah sudah
mendekati ajal….maka pasien atau keluarganya biasanya akan menolak untuk
dirujuk. Alasannya karena mereka ingin meninggalnya di kampung mereka
sendiri….atau kadang ketika dirujuk mereka menolak karena ingin menyeleseikan
masalah dulu…. (ini terkait adat sih, jadi susahh..). Hanya sedikit saja yang
mau dirujuk. Bahkan terkadang ada pasien yang sakit berat dan dirawat dirumah
sakit di kota Wamena…tapi
kemudian dibawa pulang ke kampung oleh keluarganya. Alasannya ya itu…biar bisa
meninggal di kampung dan menyeleseikan masalah dulu…
Jadi di Bulan Agustus kemarin, ketika aku bisa dapet pasien
yang harus dirujuk sampe 4 orang….aku serasa dapet rapelan…maklum sebelumnya
gak pernah ngerujuk pasien sampai sebanyak ini…hehehe
Apalagi di Bulan Agustus
hingga awal september kemarin cuaca di Mugi benar-benar buruk. Pesawat
dari wamena banyak yang membatalkan penerbangannya karena faktor cuaca buruk
tersebut, bahkan sempat ada lima
kali flight harus kembali ke Wamena
karena gagal mendarat di Mugi….padahal pesawat sudah tiba dan sempat
berputar-putar diatas Mugi. Tapi karena cuaca memang benar-benar buruk dan
landasan tidak terlihat karena tertutup kabut tebal maka akhirnya pesawatpun
terpaksa harus kembali ke Wamena. Kalo sudah begini makin susah deh….
Hmmm, biar ceritanya lebih gampang, aku ceritain satu persatu
aja kali ya tentang pasien rujukan ini….
- Pasien rujukan yang pertama bernama YG, seorang bapak yang berusia sekitar 50 tahunan. Pasien ini datang ke rumahku dengan diantar beberapa orang. Kemudian salah seorang dari pengantar yang merupakan keluarga datang menghampiriku yang saat itu memang sedang ada di teras rumah.
Keluarga : “Pa dok, ada yang sakit…”
Aku :
“Siapa yang sakit? Sakit apa kah?”
Keluarga : “Bapak ini” (orang ini menunjuk ke
salah seorang rombongan), “Dia punya mulut ada lobang” (sambil menunjuk ke
pipinya)
Pasien memakai penutup kepala yang
menutupi sebagian wajahnya, sehingga waktu itu lukanya ngga keliatan.
Aku : “Baru…kenapa bisa sampe
lubang…kena parang kah? Atau kena panah?”
Keluarga : “Ah, tidak pa dok… itu dia bikin sendiri…”
Aku sempat berpikir kalo pasien ini
mengalami trauma benda tajam yang mengakibatkan luka dipipinya.
Aku :
“Kalo begitu coba saya lihat…”
Kemudian pasien tersebut mendekat,
dan lalu membuka penutup wajahnya….
Wahhh….jujur aku belum pernah dapat
kasus seperti ini. Menurut keterangan pasien, awalnya luka tersebut hanya
berupa benjolan yang terasa nyeri sejak 5 bulan yang lalu. Lalu benjolan tersebut
berubah menjadi luka di dalam mulutnya yang lama kelamaan semakin progresif
hingga menyebabkan perforasi dan membuat pipinya berlubang. Menurut pasien sudah
sejak 3 minggu ini dia mengalami kesulitan makan, karena terasa nyeri dan
terkadang dia kesulitan dalam mengunyah makanannya.
Awalnya mereka meminta aku untuk
menjahit dan menutup lubang tersebut. Mungkin karena mereka pernah melihat ada
beberapa pasien luka yang kemudian bisa aku jahit, jadi mereka pikir akupun
bisa menjahit dan menutup luka pasien ini. Tapi aku bilang, kalo aku ngga bisa
menjahit pipi bapak ini, ini kasus diluar kemampuanku. Aku curiga penyakit
bapak ini mengarah ke keganasan, apalagi karena perjalanan penyakitnya yang
begitu progresif. Karenanya kemudian aku menjelaskan ke pasien maupun
keluarganya kalo pasien ini perlu kita kirim/rujuk ke kota untuk pemeriksaan dan pengobatan lebih
lanjut.
Akupun kemudian membuatkan surat pengantar rujukan
untuk pasien tersebut. Kemudian aku bilang ke pasien supaya selalu standby di landasan setiap pagi, apalagi
kalo cuaca cerah….siapa tau ada pesawat….begitu kataku.
Tapi sayang, cuaca di bulan Agustus
memang kurang bersahabat…..disini antara bulan Juli – September memang dikenal
sebagai bulannya cuaca buruk. Kalo udah cuaca buruk….ahh, udah dehh…cuaca
berawan, kabut pekat dan hujanpun sering turun. Curah hujan disini memang tinggi,
tapi buat aku ngga masalah sih…karena itu artinya aku ngga akan kekurangan air
bersih (coz kami disini memakai air hujan untuk mandi, cuci dan masak). Yup,
hujan mah ngga masalah…tapi kabut ini yang bikin susah…kalo kabut sudah naik (awan naik) dan menutupi pandangan (awan
tutup)….pesawat jadi ngga bisa terbang ke Mugi.
Sudah berhari-hari awan tutup di Mugi, dan tidak ada satu pesawatpun yang datang. Ada sih beberapa kali pesawat mencoba datang, namun setelah berputar-putar diatas langit Mugi, akhirnya merekapun kembali lagi ke Wamena karena tidak bisa mendarat. Cuacapun bisa berubah dengan cepat…pernah ketika itu cuaca cerah dan agen penerbanganpun melaporkan bahwa cuaca baik. Akhirnya dari Wamena pesawatpun berangkat….namun sialnya alam memang lagi ngga bersahabat. Secepat itu kabut naik ……sehingga ketika pesawat sudah tiba diatas langit Mugi, kabut sudah pekat dan menutupi pandangan. Pesawatpun batal mendarat dan kembali ke Wamena. Kalo udah gini kitapun hanya bisa menunggu dan berharap semoga besok…atau besoknya….atau besoknya lagi cuaca bisa cerah atau setidaknya bisa sedikit cerah sehingga pesawat bisa masuk.
Sudah berhari-hari awan tutup di Mugi, dan tidak ada satu pesawatpun yang datang. Ada sih beberapa kali pesawat mencoba datang, namun setelah berputar-putar diatas langit Mugi, akhirnya merekapun kembali lagi ke Wamena karena tidak bisa mendarat. Cuacapun bisa berubah dengan cepat…pernah ketika itu cuaca cerah dan agen penerbanganpun melaporkan bahwa cuaca baik. Akhirnya dari Wamena pesawatpun berangkat….namun sialnya alam memang lagi ngga bersahabat. Secepat itu kabut naik ……sehingga ketika pesawat sudah tiba diatas langit Mugi, kabut sudah pekat dan menutupi pandangan. Pesawatpun batal mendarat dan kembali ke Wamena. Kalo udah gini kitapun hanya bisa menunggu dan berharap semoga besok…atau besoknya….atau besoknya lagi cuaca bisa cerah atau setidaknya bisa sedikit cerah sehingga pesawat bisa masuk.
Setelah bapak YG menunggu lebih
dari 10 hari, akhirnya ada juga hari cerah dan pesawat bisa masuk. Tapi rupanya
cuaca bukanlah satu-satunya kendala…..
Karena lama tidak ada pesawat, maka
calon penumpang yang mau keluar Mugi sudah menumpuk. Waktu itu sudah ada lebih
dari 12 calon penumpang, dan mereka sudah mendaftar jauh-jauh hari sebelumnya.
Sedangkan pesawat yang datang adalah jenis caravan dengan kapasitas 9
orang….waduh, siapa nih yang bakal kegusur? Pasti ntar mereka bakal ngamuk
lagi…begitu yang aku pikirkan. Urusan rebutan pesawat memang bikin pusing….dan
ini udah sering terjadi. Tadinya pasien akan keluar dengan ditemani dua anggota
keluarganya, namun karena takutnya akan jadi masalah….aku bilang satu orang aja
yang ikut nganter, satu lagi nanti menyusul dari belakang alias kalo ada
pesawat berikutnya. Hadeehh…menggusur satu orang aja kadang bikin rebut,
apalagi kalo harus menggusur tiga orang….
Dan benar saja….rupanya urusan
penumpang yang tergusur ini kembali jadi masalah. Calon penumpang protes karena
mereka tidak mau tergusur…apalagi karena mereka sudah cukup lama menunggu
pesawat. Sempat ada salah satu tokoh pemuda yang juga merupakan calon penumpang
datang menemuiku. Dia bilang pasien tidak boleh dikirim ke kota karena harus selesaikan masalah adat
dulu di kampung. Ah, dia hanya cari2 alasan saja supaya penumpang tidak ada
yang tergusur. Dan akupun tetap pada pendirianku…aku bilang pasien harus
dikirim ke kota
dan pasien lebih prioritas daripada penumpang yang lain. Rupanya dia kekeuh, akhirnya dia menemui pilot dan
agen penerbangan…. Mereka menyampaikan protesnya ke pilot dan agen, dan rupanya
sang agen….seorang pemuda dan merupakan agen cadangan….goyah pendiriannya
karena intimidasi para calon penumpang tersebut. Dia menyarankan ke aku supaya
pasiennya dikirim nanti saja, kalo ada pesawat berikutnya. Tapi sekali lagi aku
tetap pada pendirianku : pasien harus dikirim sekarang dan itu prioritas!.
Mereka lihat aku kekeuh, akhirnya merekapun bicara ke
pilot….panjang lebar pilot menjelaskan bahwa pasien harus ikut….namun
orang-orang ini tetap ngga mau mengerti. Sampe akhirnya sang pilot mulai kesal
dan mengultimatum: kalo calon penumpang tidak mau menerima keputusan tersebut
maka tidak ada calon penumpang umum yang boleh naik dan pilot hanya akan
terbang ke Wamena hanya dengan membawa pasien saja.
Waduh! Gawat nih… kalo semua penumpang
batal naik gara2 pasien ini bisa-bisa ntar mereka ngamuk….bisa-bisa ntar aku
kena getahnya…
Aku yang tadinya hanya berdiri di
pinggir landasan memperhatikan mereka, kemudian mendekat ke pesawat dan bicara
ke para calon penumpang…
“sudah, kasih kosong saja dua kursi
(untuk pasien dan satu pengantar), daripada (semua penumpang umum) tidak ada
yang naik…. nanti penumpang yang lain naik pesawat yang lain, kan masih ada flight besok-besok tho…..”
(Memang
kejadian rebutan pesawat bukan barang baru disini. Bahkan sempat beberapa kali
pilot sampe marah gara-gara penumpangnya kisruh dan susah diatur karena rebutan
pesawat, akhirnya sang pilot yang kesal menyuruh semua calon penumpang turun
dari pesawat dan dia kemudian terbang kosong, tanpa membawa seorangpun
penumpang).
Dan atas saran dari beberapa orang
lainnya akhirnya merekapun menurut. Lalu agenpun kemudian memanggil calon
penumpang satu persatu untuk naik ke pesawat. Syukurlah calon penumpang yang
tergusur kemudian mau menerima keputusan dan tidak mengamuk…. :legaa
Untungnya keesokan harinya, cuaca
kembali cerah dan ada pesawat yang bisa masuk. Calon penumpang yang tersisapun
akhirnya bisa naik pesawat ini. Betul - betul kaya cerita di sinetron deh….happy ending….semua akhirnya bisa
mendapatkan pesawatnya…. :)
- Pasien kedua adalah seorang anak perempuan kecil yang baru berumur 5 tahun bernama WG. Pasien ini tertimpa sebuah pohon yang ditebang oleh kakaknya. Waktu itu hari senin pagi Pak Mantri Yonathan datang kerumahku. Dia melaporkan ada pasien anak kecil yang tertimpa pohon, dan sekarang anak itu hanya terbaring dan matanya bengkak. Sebetulnya kejadiannya hari sabtu sore, tapi Pak Mantri ini ngga melaporkannya ke aku dan mencoba mengobatinya sendiri.
Tapi sekarang kondisi pasien tidak
berubah dan malah semakin memburuk, makanya Pak Mantri lapor ke aku, karena
kemungkinan pasien perlu dirujuk. Kalo dari penjelasan Mantriku sih pasien ini
kayaknya emang perlu dirujuk. Tapi hari itu tidak ada rencana penerbangan
pesawat ke Mugi, hanya saja ada penerbangan ke distrik tetangga yaitu distrik
Mapenduma. Aku dan Pak Mantri pun bergegas turun ke Puskesmas. Sesampainya di
Puskesmas aku suruh orang untuk memanggil pasien. Kebetulan rumah pasien tidak
jauh, jadi ngga berapa lama kemudian pasien dan orang tuanyapun datang. Begitu
melihat pasien, aku berkesimpulan…ini perlu dirujuk…. Makanya aku meminta
Mantriku buat menemui petugas di radio SSB supaya menghubungi pilot dan juga
Distrik Mapenduma agar pesawat pas pulang bisa singgah dulu di Mugi untuk
jemput pasien….
Pasiennya aku lihat lebam dibagian
matanya, ketika aku periksapun ada hematom dan fraktur tulang tengkorak di
kepalanya, tangan kirinya juga tidak bisa digerakkan. Selesai memeriksa, akupun
segera menulis surat
rujukan. Baru beberapa kalimat aku buat, tiba2 terdengar suara pesawat. Dan
pesawat ini datang begitu cepat, jadi dengan terburu-buru segera saja aku
menyelesaikan surat
rujukan tersebut.
Kemudian kami segera naik ke
landasan atas tempat pesawat berhenti. Ada
kejadian lucu tapi cukup miris… bapak pasien yang akan ikut mengantar pasien
rupanya hanya memakai koteka dan tidak berpakaian lengkap. Aku kemudian meminta dia
segera mengganti kotekanya dengan celana….karena aku pernah dengar di distrik
Yigi ada pilot yang menolak penumpang karena tidak memakai celana alias hanya
memakai koteka. Aku takut nanti pilot juga akan menolak bapak ini…
tapi bapak ini kemudian bilang kalo
dia tidak punya celana…haduuhhh, sungguh kasian…sampe hanya sekedar celana saja
bapak ini tidak punya… lalu aku bilang, semoga pilot tidak tolak bapak ini. Lalu
bapak ini membersihkan dirinya menggunakan air kubangan yang ada di pinggir
landasan…… betul2 miris melihatnya… :(
Sesampainya ditempat pesawat aku
segera menemui pilot dan menyampaikan maksudku untuk merujuk pasien. Kemudian
aku ceritakan kejadian yang menimpa pasien… pilot itu kemudian menyuruh pasien
dan pengantarnya untuk naik pesawat. Syukurlah pilot ini tidak menolak bapak si pasien,
sehingga diapun bisa naik pesawat dan ikut terbang bersama pasien menuju kota Wamena. Aku kebetulan
tidak ikut dengan mereka, tapi aku sudah beri arahan ke mereka agar menemui beberapa
orang di Wamena supaya bisa membantu mereka dalam proses pengurusan
administrasi di rumah sakit nanti........Bersambung.
Mugi, Agustus 2012
Sambungannya mana?
ReplyDeleteGimana nasib selanjutnya para pasien yang dirujuk itu?
Salam
Evia
Pas mau nulis sambungannya, saya keburu terserang penyakit malasnya mba (awalnya malas dan lalu jadi terlupakan)....akhirnya blm selesai juga saya ngetiknya sampe sekarang...hehe.
DeletePak YG itu akhirnya meninggal setelah sempat dirawat beberapa lama di RS... :(
Innalillahi wa innailaihi roji'un.
DeleteTernyata sakit apa pak YG? Yang pipinya bolong itu kan?
Iya, yang pipinya bolong mba...
DeleteSaya ngga tau diagnosis dari RSnya, coz mau tanya keluarganya juga susah...mereka juga ngga ngerti.